Beranda » Budaya » Tradisi Ngelemang, Budaya Kuliner Lampung yang Mulai Dilupakan
Tradisi Ngelemang

Tradisi Ngelemang, Budaya Kuliner Lampung yang Mulai Dilupakan

Dari banyaknya kuliner khas Provinsi Lampung, salah satu yang sangat populer adalah lemang. Ya, panganan tradisional yang terbuat dari beras ketan ini memang sempat populer di masa peradaban kuno. Meskipun begitu, saat ini lemang masih bisa ditemukan di Lampung. Hanya saja dalam perkembangannya, tradisi ngelemang sekarang mulai ditinggalkan terutama oleh generasi muda.

Sebetulnya jika dirunut secara sejarah, lemang bukanlah makanan milik masyarakat Lampung saja. Kebanyakan etnis Melayu di pulau Sumatera, Semenanjung Malaya hingga Kalimantan juga mengenal lemang dan menjadi kudapan tradisional daerah mereka. Salah satunya yang cukup populer dengan lemang adalah masyarakat Minangkabau, sampai-sampai kota Tebing Tinggi dijuluki sebagai kota lemang.

Untuk wilayah Kalimantan, suku Dayak kerap menyuguhkan kuliner lemang saat menggelar pesta-pesta adat. Dan jika Anda beruntung datang ke Samarinda, akan sering melihat lemang dibuat dan diperdagangkan oleh orang-orang Banjar di jalanan pulau sebatik, Samarinda. Tak hanya di Tanah Air, lemang juga dikenal oleh penduduk Brunei Darussalam, Singapura dan Malaysia seperti suku Negrito di Kelantan dan suku Semai.

Proses Memasak Lemang yang Sangat Panjang

Sama seperti yang dilakukan suku Dayak, tradisi ngelemang juga menjadi salah satu kegiatan wajib masyarakat Lampung saat ada acara adat atau hajatan keluarga. Jika bicara sejarah, tradisi ini mulanya dilakukan oleh Paksi-Paksi di Sekala Brak terutama Paksi Buay Bejalan di Way yang terletak di daerah Puncak, desa Umbul Limau. Untuk saat ini, kawasan itu dikenal sebagai daerah Sukarame, kabupaten Lampung Barat.

Jika mencicipi lemang, memang tak ubahnya seperti nasi ketan yang dimasak dengan santan sehingga terkesan sangat gurih. Namun yang menjadi ciri khas dari lemang adalah beras ketan dan air santan yang dibungkus daun pisang itu, dimasak dalam sebilah bambu lalu dibakar hingga matang. Ya, jika masakan khas Lampung lainnya dimasak dalam wajan atau belanga, lemang sampai sekarang masih memakai bambu.

Lemang Ketan Lampung

Supaya nasi ketan bisa matang dan terasa pulen, proses pembakaran lemang memang dilakukan sangat panjang dan benar-benar butuh kesabaran. Untuk lemang khas Lampung sendiri, biasanya disajikan saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Adalah suku Ulun Lampung di kawasan pesisir yang hingga saat ini masih melestarikan kuliner lemang dan terus menyajikannya setiap kali Lebaran dan acara adat.

Punya Makna Historis dan Filosofis, Tradisi Ngelemang Harus Dilestarikan

Melihat proses pengolahannya yang cukup panjang, membuat lemang bukanlah semata-mata kegiatan memasak saja. Bagi masyarakat Lampung, tradisi ini memiliki makna historis sekaligus filosofis yang sangat luhur. Melalui lemang, nenek moyang masyarakat Lampung mengajarkan nilai-nilai Beguai Jejama yaitu budaya gotong-royong dalam lingkup sosial bermasyarakat.

Lantaran cukup rumit, untuk bisa memasak lemang yang sangat lezat disantap dalam kondisi hangat ini butuh kerja sama dan tenaga banyak manusia. Bahkan sejak proses awal seperti mengumpulkan bilah-bilah bambu, mencari daun pisang, mengolah adonan beras ketan dan santan kelapa, membungkus adonan lalu dimasukkan ke dalam bambu hingga pembakaran, sangat menerapkan nilai gotong-royong.

Supaya tradisi ngelemang tetap bisa lestari dan bertahan, pada Oktober 2017 silam, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Lambar menggelar pemecahan rekor MURI lewat lemang. Dalam event dua tahun lalu itu, setidaknya ada 6.000 paccung lemang yang dibakar bersama-sama. Semoga saja dengan ini, lemang terus lestari dan dimintai banyak orang.