Beranda » Budaya » Ngejalang Pangan, Tradisi Masyarakat Lampung Sambut Ramadhan dan Lebaran
Ngejalang Pangan

Ngejalang Pangan, Tradisi Masyarakat Lampung Sambut Ramadhan dan Lebaran

Masyarakat Pesisir Barat Lampung punya tradisi tersendiri dalam menyambut bulan puasa dan lebaran, yaitu Tradisi Ngejalang Pangan. Acara yang rutin digelar di wilayah Kabupaten Pesisir Barat ini bisa Anda simak selengkapnya di sini.

Setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadhan atau pun hari raya Idul Fitri, akan banyak acara penyambutan yang digelar oleh masyarakat untuk menyambutnya. Tradisi ini sendiri merupakan ungkapan rasa syukur karena masih diberikan kesempatan bertemu dengan bulan puasa dan Idul Fitri.

Ngejalang Pangan sendiri artinya adalah acara do’a dan beramal bersama-sama di masjid. Biasanya dilakukan menjelang bulan puasa dan setelah hari lebaran Idul Fitri. Tradisi Ngejalang rutin setiap tahun ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang berada di daerah Krui, Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar). Bahkan acara ini digelar dengan sangat meriah di setiap wilayah yang ada di Kabupaten Pesisir Barat.

Lihat juga » Tradisi Tukhun Tinung dan Berbagi Teda Masyarakat Lampung

Kegiatan Tradisi Ngejalang Pangan

Tradisi rakyat Pesisir Barat ini biasanya diadakan oleh setiap pekon (kampung) di wilayah Pesisir Barat. Akan tetapi tidak semua pekon bisa melaksanakan kegiatan ini. Karena ada ketentuannya, yang ditetapkan oleh para punyimbang adat. Sehingga tidak bisa asal-asalan. Jadi hanya marga tertentu yang bisa melaksanakan acara ini.

Kegiatan Ngejalang sendiri dipusatkan di masjid-masjid pekon yang mendapat giliran acara Ngejalang. Saat acara berlangsung, masing-masing pekon yang sedang mengadakan acara akan mengundang pekon-pekon tetangga untuk turut hadir. Para tamu yang hadir akan disambut dengan iringan pukulan canang serta gong. Setelahnya pemberian sambutan dan do’a bersama.

Pekon yang bertindak sebagai tuan rumah biasanya juga menyediakan makanan berupa kue-kue dan lauk pauk lainnya. Hidangan makanan ini berasal dari setiap keluarga yang tinggal di daerah pekon pengundang, yang dibawa di atas kepala para Ibu-Ibu dengan menggunakan sebuah pahar (tudung besi). Tuan rumah beserta para tamu yang hadir di acara Ngejalang Pangan akan duduk berjajar di sebuah tikar dengan sajian hidangan yang telah disiapkan.

Kegiatan Ngejalang Pangan

Namun dalam acara yang dihadiri oleh para tokoh agama, pemuka adat, tokoh masyarakat, peratin, dan masyarakat ini ada keunikan. Jadi sebelum mereka memulai menyantap hidangan, akan diawali dengan acara pantun berbalas, yang disebut  dengan istilah talibun.

Dalam kegiatan talibun, masing-masing kelompok terdiri dari dua kelompok (pengundang dan tamu). Tiap kelompok akan dipimpin oleh seorang pemimpin, yang kemudian salah satu dari pemimpin kelompok akan mulai melantunkan syair atau pantunnya. Setelah selesai, kelompok yang satunya akan melantunkan pantun balasan.

Acara berbalas pantun ini akan dilakukan berulang-ulang di sela-sela menyantap hidangan. Baru berhenti jika tak ada lagi balasan pantun dari salah satu kelompok. Atau selesai sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Biasanya antara 30-60 menit. Talibun ini pun akan ditutup dengan mengucapkan kalimat, “Lampung Selatan, Gunung Tanggamus, adanya di Talangpadang. Jika ada sisa makanan, tolong dibungkus, untuk oleh-oleh dibawa pulang.”

Ketika acara makan bersama telah selesai, sisa makanan yang ada biasanya akan dibungkus untuk dibawa pulang oleh para tamu yang hadir, sesuai dengan bunyi pantun penutup saat talibun tadi.

Makna dan Tujuan Acara Ngejalang

Tujuan dari acara ini adalah sebagai wujud silaturahmi untuk mempererat hubungan persaudaraan, dengan cara berkumpul bersama keluarga, sanak saudara, dan masyarakat lainnya. Selain itu, tradisi tahunan ini juga dimanfaatkan sebagai momentum untuk saling bermaaf-maafan serta memanjatkan do’a bersama.

Demikianlah ulasan mengenai sebuah tradisi tahunan di Lampung, dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yaitu kegiatan masyarakat di Pesisir Barat yang disebut Tradisi Ngejalang Pangan.